Bodensee
Oleh: Irawati Prillia
Saya berdiri di satu titik di tepi danau. Di barat daya, seberang danau, terhampar negara Swiss. Di tenggara Austria. Tempat saya berdiri terletak di Friedrichshafen, Jerman. Di tengah ketiganya adalah Bodensee, danau internasional di antara tiga negara. Juga dikenal sebagai Danau Konstanz.
Wajah bumi di sekitar danau terbesar ketiga di Eropa inipun bervariasi. Di barat laut terbentang Hegau, lansekap sisa vulkanisme. Perbukitan berjajar, sebagian tertutup hutan. Di utara, penuh dengan perkebunan buah-buahan, daerah pertanian subur dan tanaman merambat. Dari timur di Austria, kaki Pegunungan Alpen menginjak tepi danau ke arah Swiss.
Bodensee adalah tempat wisata segala musim. Di musim semi, air danau masih dingin untuk digunakan berenang atau melakukan olah raga air. Namun bunga-bunga di taman atau di Pulau Mainau mengundang banyak orang untuk datang. Pecinta perahu layar sudah mulai meramaikan permukaan danau.
Musim panas adalah waktu beraktivitas di air. Musim gugur adalah waktunya menikmati warna-warni dedaunan atau mengunjungi museum setempat. Sedangkan musim dingin pusat liburan berpindah ke Pegunungan Alpen di tepinya. Untuk menikmati olah raga musim dingin. Orang bisa naik feri antar negara. Bisa berkemah di banyak camping ground seputar danau, Atau bahkan bersepeda sekeliling danau.
Saya berada di sini atas undangan seorang kawan lama. Dengan senang hati saya terima, sebab Bodensee adalah salah tempat di Jerman yang ingin saya kunjungi. Akhir Minggu di Bodensee, kami lewatkan dengan mengunjungi beberapa atraksi wisata. Di tepian Bodensee wilayah Jerman saja.
Friedrichshafen
Di negara Jerman, Friedrichshafen adalah kota relatif baru. Baru berbentuk kota pada tahun 1811. Dinamai berdasarkan nama raja pertama Kerajaan Wuerttemberg, Friedrich I. Sejak awal berdirinya kota ini sudah menjadi kota industri. Apalagi ketika Ferdinand von Zeppelin di akhir abad 19 memindahkan produksi kapal udara Zeppelin kemari.
Pusat kota Friedrichshafen mudah dijelajahi. Saya dan teman-teman menyusuri jalanan tepi danau di pagi hari, masuk sebentar ke halaman Schloss (istana) tua lambang kota Friedrichshafen, sebelum menuju ke jantung kota. Melewati rumah Graf Zeppelin yang telah berubah menjadi bangunan modern penuh kaca dan digunakan sebagai rumah makan. Di musim semi, pusat kota ini terlihat mulai ramai. Orang-orang berjalan-jalan di promenade tepi danau. Kafe, rumah makan, toko cinderamata menguasai promenade ini. Museum Zeppelin juga ada di sana. Menampilkan sejarah kapal terbang Zeppelin dan pengaruhnya bagi penduduk Friedrichshafen.
Meersburg am Bodensee
Teman saya merekomendasikan Meersburg sebagai salah kota kecil terindah di Bodensee. Dari sana juga ada feri langsung ke pulau bunga Mainau. Kentalnya turisme di kota ini terlihat sejak kami mencari tempat parkir. Penuh. Padahal dekat kota tak ada tempat parkir gratis. Konon setiap musim liburan, kota kecil berpenduduk sekitar 5000 jiwa ini dikunjungi sekitar sejuta turis.
Keluar sedikit dari tempat parkir kami sudah disambut deretan toko cinderamata. Kacamata, baju-baju, tas, dan aksesoris juga banyak dijual di sini. Mendekati pusat kota, terlihat benteng dan istana tua kecil di ketinggian. Ia adalah benteng tertua yang masih ditinggali orang di Jerman. Kami pilih langsung berjalan di atas promenade tepi danau, tak langsung masuk ke kota tua.
Promenade Meersburg adalah jajaran toko, rumah makan dann penginapan. Namun dalam bentuknya yang unik dan warna-warna cerah. Sebuah pagar besi panjang melindungi pengunjung agar tak terjatuh ke danau. Pepohonan menaungi jalanan dan bangku-bangku untuk bersantai. Bangku-bangku tempat makan meluber hingga ke sebagian jalan. Di sinilah tempat ynag tempat untuk mencoba menu spesial Bodensee, ikan Felchen (Coregonus wartmanni). Bentuknya mirip salmon, berwarna agak putih. Kata teman saya, di saat musimnya, ikan ini dijual sangat murah dijual di pasar-pasar.
Suami dan anak-anak memutuskan naik perahu menikmati pemandangan Meersburg dari atas air. Saya dan teman lainnya lebih suka meneruskan jalan-jalan ke kota tua. Kota tua Meersburg terletak di satu jalan paralel dengan promenade. Gedung-gedungnya terlihat lebih lanjut usianya. Warna-warninya sama ceria. Sebagian adalah fachwerkhaus, rumah berangka kayu besar yang biasa dibangun di Eropa zaman pertengahan. Ujungnya berbentuk gerbang bermenara. Di sini jauh lebih sepi, sehingga kami bisa berjalan dan memotret dengan tenang.
Pulau Bunga Mainau
Pulau indah Mainau sepertinya adalah atraksi paling menawan di Bodensee. Sekira 1,6 juta pengunjung dari seluruh dunia datang untuk mengagumi kecantikannya. Ia terletak dekat kota Konstanz, kota terbesar di pinggir Bodensee. Kapal-kapal feri akan mengantar para pelancong menyeberang. Baik dari Friedrichshafen, Meersburg dan daerah di danau ini. Hijaunya pepohonan, rindangnya hutan-hutan kecil dan taman-taman yang ditata artistik akan memanjakan mata setiap pengunjung. Setiap musim gugur, ditanam sejuta bibit bunga dan di musim panas, 1200 jenis mawar siap menuai pujian. Kendaraan bermotor tak punya tempat di sini.
Pulau Bunga Mainau saat ini diurus oleh keluarga ningrat Bettina Bernadotte. Pendahulunya, raja Friedrich I, membelinya tahun 1853. Beliau memiliki banyak koleksi tanaman langka dari perjalanan berkeliling dunia, membuat sebuah Arboretum dengan menanamnya di Mainau. Iklim daerah ini yang lebih hangat di banding daratan, menjadikan pepohonan tersebut tumbuh subur, serta berkembang menjadi oase botani seluas 45 hektar.
Pfahlbauten di Unteruhldingen
Sore hari kami habiskan untuk mengunjungi masa silam. Mengunjungi Bodensee di zaman batu dan perunggu. Tepatnya di desa bernama Uhldingen-Muehlhofen. Didirikan tahun 1922, museum terbuka ini adalah rekonstruksi kehidupan manusia ribuan tahun lalu.
Museum ini terdiri dari dua bangunan modern, museum lama dan baru. Museum lama berisi temuan galian di Unteruhldingen dan Sipplingen hingga tahun 1930. Museum baru digunakan sebagai perpustakaan dan laboratorium.
Museum terbuka di luar dua gedung tadi adalah kumpulan desa-desa dari zaman batu dan perunggu. Pembangunan desa dari kayu di atas danau tersebut dilakukan secara bertahap sejak tahun 1922, tahun ia dibuka pertama kali. Desainnya berdasarkan hasil penelitian arkeologis yang dilakukan di daerah ini.
Pfahlbauten artinya konstruksi kayu dengan pondasi dari kumpulan kayu di atas sebuah danau atau sungai. Desa-desa seperti ini juga kita kenal di Asia Tenggara di masa kini. Atap rumahnya terbuat dari bahan mirip ijuk. Sedangkan dindingnya terbuat dari campuran kayu dan tanah liat.
Di desa dan rumah masa silam tersebut, pengunjung bisa belajar berbagai tema. Misalnya apa yang dimakan orang zaman tersebut, bagaimana mereka bekerja dengan peralatan sederhana, dan sebagainya. Jika ingin mengamati desa ini, pengunjung bisa menyewa perahu, mengemudikannya ke arah museum terbuka.
Penulis:
Irawati Prillia
Ibu rumah tangga. Hobi melihat peta dan menulis kisah perjalanan. Tinggal di Jerman.