Kharisma

Woman & Education

Udara musim gugur di Duisburg sore itu terasa damai, dingin di kulit tapi hangat di hati. Di salah satu Hörsaal Universitas Duisburg, sekitar hampir 300 warga Indonesia dari berbagai kota di Jerman dan Belanda datang berbondong-bondong — membawa semangat yang sama: ingin mendengar langsung pandangan dan pesan kebangsaan dari Anies Baswedan PhD, tokoh yang selama ini dikenal dengan gagasan pendidikan dan integritasnya.

Acara bertajuk  “Dialog Diaspora: Mengukir Masa Depan Indonesia di Tanah Rantau”  ini terselenggara berkat kerja sama komunitas WNI di wilayah Rühr, Nordrhein-Westfalen Jerman bersama PPI Duisburg-Essen, dengan restu dan dukungan hangat dari Professor Noche, dari Departemen Logistik Universitas Duisburg.

Beberapa hari sebelumnya, Anies Baswedan sempat mengadakan pertemuan dengan Walikota Essen, sejumlah profesor, dan perwakilan Duisport — membahas peluang sinergi antara Indonesia dan Jerman dalam bidang pendidikan dan logistik. Namun sore itu, fokusnya hanya satu: berbicara dari hati ke hati dengan diaspora Indonesia.

“Kemanapun kalian pergi, tinggalkan kesan positif. Impress them,” ucap Anies.

“Kalian semua adalah duta Indonesia.”

Pesan itu sederhana, tapi terasa dalam. Anies tidak sekadar bicara politik; ia mengajak untuk menyalakan kembali optimisme yang mungkin mulai redup.

“Negeri kita punya banyak masalah, tapi justru karena itu kita harus menjaga stamina dan harapan,” ujarnya. “Jangan terlalu ahli memangkas rasa percaya diri sebagai bangsa.”

Ia menyinggung fenomena “Kabur saja dulu” — narasi populer beberapa tahun silam yang menggambarkan kelelahan anak muda terhadap kondisi tanah air. Dengan tenang, Anies mengingatkan bahwa kesempatan merantau bukanlah bentuk pelarian, melainkan anugerah yang membawa tanggung jawab.

“Gunakan kesempatan ini untuk berkarya, untuk memberi dampak sosial. Indonesia butuh ide dan aksi, bukan hanya keluhan.”

Anies pun kembali menyinggung semangat para pendiri bangsa.

“Tiga puluh tahun pertama setelah kemerdekaan, para pejuang kita hidup dengan nasionalisme tinggi, tanpa kompetisi sukuisme. Mereka punya banyak alasan untuk pesimis, tapi mereka memilih optimis,” katanya, suaranya merendah namun tegas.

Kepada para mahasiswa yang hadir, ia meninggalkan pesan yang terasa sangat personal:

“Tulislah personal mission statement. Pikirkan, Indonesia ada di mana dalam rencanamu? Tulis, renungkan, lalu jalankan.”

Pesan itu menutup sesi yang semula direncanakan tiga jam, namun akhirnya melampaui waktu karena keengganan para peserta untuk berpisah. Bahkan Professor Noche, yang sejak awal duduk memperhatikan jalannya acara bersama salah satu mantan mahasiswanya, Dr. Supriyanto, menyampaikan kekagumannya kepada Anies.

“It was a very impressive and meaningful session,” ujarnya dengan senyum tulus.

Sore di Duisburg pun beranjak gelap, tapi hangatnya semangat yang ditinggalkan di ruangan itu masih berpendar lama.

Mungkin benar kata Anies — membangun Indonesia bisa dimulai dari mana saja, bahkan dari ruang kecil di universitas Jerman, di tengah musim gugur yang sunyi namun penuh harapan.

~Tieneke Ayuningrum

Tags:

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Latest Comments

No comments to show.