Manajemen Dapur Bagi Yang Sibuk
Mampu mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, termasuk memasak, bagi orang-orang yang sedang tinggal di rantau merupakan suatu keharusan. Apalagi jika merantau ke luar negeri, dimana pilihan olahan makanan halal terbatas atau lidah ini sudah terbiasa dengan masakan Indonesia yang kaya akan bumbu, maka mau tidak mau memasak sendiri merupakan solusinya. Lalu bagaimana bila kita sibuk? Harus bekerja? Mesti kuliah? Mesti ngurus anak? Tak punya asisten rumah tangga (ART)? Tak usah khawatir…Berikut ini akan saya sampaikan beberapa tips yang saya peroleh dari almarhumah ibu mertua saya dan selama ini sudah berhasil saya praktekan. Saat masih hidup, beliau seorang wanita karier. Lokasi rumah dan kantornya yang berada di ujung timur dan barat Jakarta membuat beliau harus berangkat kerja pukul 6.30 WIB dan kembali lagi ke rumah saat hari sudah beranjak gelap. Meski memiliki ART, namun untuk urusan masak-memasak tak pernah beliau delegasikan kepada orang lain. Tak heran jika suami dan anak-anak beliau, termasuk saya menantunya, selalu terkenang dengan masakan beliau. Nah, dari beliaulah akhirnya saya banyak belajar, tidak hanya soal memasak, tetapi juga tentang bagaimana mengatur pekerjaan di rumah tangga agar anak dan suami tidak terlantar meskipun kita memiliki kesibukan di luar rumah.
Tipsnya sebagai berikut:
1. Membuat Menu Mingguan atau Bulanan
Urusan menentukan menu memang paling membuat pusing para ibu. Jangankan menu bulanan, menentukan menu satu hari saja belum tentu cepat selesai. Saya pun sering malas membuatnya. 🙂 Padahal ini penting dan bisa membantu kita berhemat. Kegiatan menyusun menu lebih sering saya lakukan di akhir pekan, bersaamaan dengan membuat daftar belanja. Berhubung saya malas membuat banyak-banyak, menu saya susun cukup untuk satu minggu saja.
2. Membuat Daftar Belanja
Untuk menghemat, daftar belanja dan menu mingguan bisa disusun berdasarkan bahan apa yang sedang promo (Angebot) di swalayan. Ini bisa dilihat secara online melalui website supermarket maupun offline melalui iklan yang setiap minggu dikirim lewat pos. Cara seperti ini memang kurang praktis karena membuat saya harus ke beberapa swalayan setiap berbelanja. Namun demi harga murah, jalan beberapa langkah lebih banyak pun tak masalah bagi saya. 🙂
3. Menentukan Jadwal Untuk Belanja dan Memasak
Jadwal belanja dan memasak ditentukan berdasarkan keluasan waktu masing-masing. Saya sendiri lebih suka melakukannya menjelang akhir pekan.
4. Manfaatkan peralatan yang bisa menghemat waktu memasak, seperti panci tekan (Schnellkochtopf) dan slow cooker (Schongarer).
Saat ini banyak sekali teknologi alat dapur yang membantu meringankan pekerjaan kita di dapur, misalnya panci tekan (Schnellkochtopf) dan slow cooker (Schongarer). Selain menghemat waktu, menggunakan alat tersebut juga bisa membantu menghemat pemakaian listrik. Selama ini panci tekan selalu saya gunakan untuk mengempukkan daging atau buntut, sebelum dioleh lagi menjadi empal atau sop. Tak hanya itu, membuat lontong dan mengukus kentang pun selalu saya lakukan dengan panci tekan.
Slow cooker (Schongarer) perlu jika kita ingin membuat masakan yang dimasak dengan api kecil dan dalam waktu lama, misalnya gudeg. Saya sendiri menggunakan alat ini untuk membuat rendang cara sesat, yaitu irisan daging dimasak didalamnya dengan santan yang sudah dididihkan dengan bumbu. Setelah alat dinyalakan dan dibiarkan selama beberapa jam, taraaaa.. rendang pun jadi. Tanpa pegal, tanpa aduk-mengaduk. tanpa ditunggui. Daya listrik slow cooker bervariasi antara 80-170an Watt, tergantung kapasitasnya. Di Indonesia sendiri, alat ini lebih populer untuk membuat makanan pendamping ASI (MPASI).
5. Menyimpan di Kulkas
Menyimpan makanan tidak hanya praktis, tapi juga hemat. Tidak hanya terbatas pada makanan yang sudah jadi, bumbu pun bisa disimpan. Selama ini saya terbiasa menyimpan hasil gilingan bawang merah dan putih yang sudah ditumis dalam toples kecil di kulkas. Ibu mertua saya mengatakan bahwa hal awal yang sering membuat kita jadi malas memasak adalah mengupas bawang. Solusinya, beliau mengajarkan membuat bumbu dasar yang terbuat dari bawang merah dan putih dengan perbandingan 3:2. Kedua bawang tersebut digiling, lalu ditumis sampai tak berbau mentah lagi, kemudian disimpan dalam toples di kulkas. Untuk mencegah cepat berjamur, sebaiknya pisahkan di dalam 2 toples, besar dan kecil. Letakkan toples kecil (untuk keluar masuk) di pintu kulkas, sedangkan yang besar di bagian kulkas dalam bagian bawah.
Selain bumbu dasar terebut, bumbu balado pun tak pernah ketinggalan selalu ada di kulkas saya. Jadi, begitu saya perlu membuat telur balado, udang balado, dll saya hanya perlu memanaskan wajan dan mencampur bumbu balado dengan bahan tersebut. Bumbu-bumbu lain seperti bumbu kuning untuk ayam goreng atau soto pun bisa dibuat, lalu dimasukkan plastik dan disimpan di freezer.
Bagaimana jika kita ingin menyimpan makanan yang sudah jadi atau setengah jadi di freezer? Oow, pasti bisa, dong. Banyak sekali makanan yang bisa kita simpan di freezer. Beberapa tulisan yang pernah saya baca menyebutkan bahwa prinsipnya semua makanan jadi bisa kita simpan, termasuk kue. Untuk menyimpan makanan di freezer, bisa digunakan plastik untuk pendingin (Gefrierebeutel), plastik untuk alat vakum (Vakuumiererbeutel) dan wadah kedap udara Dulu saya biasa melihat freezer kulkas ibu mertua yang berisi berbagai macam kantong plastik dengan label kertas yang distaples. Dari berbagai macam kaldu, bakso, pempek, ayam goreng, ayam bakar, rendang, kuah soto, daging ayam suwir, dll. Pokoknya lengkap, deh seperti kantong dora emon.
Sistem penyetokan seperti ini akhirnya saya rasakan juga manfaatnya sejak anak saya masih batita sampai sekarang. Freezer saya memang tak lagi penuh dengan asi dan mpasi, tapi penuh dengan stok segala macam makanan permintaan suami dan putri saya. Dengan mengambil waktu di akhir pekan, saya langsung memasak berbagai jenis bahan, lalu saya pisah-pisahkan ke dalam beberapa wadah. Agar tidak lupa, saya beri catatan jenis makanan dan tanggal pembuatannya di bagian luarnya. Tanggal penting dicantumkan terutama bila kita membekukan makanan di tanggal yang berbeda-beda. Saat akan mengkonsumsinya, jangan lupa gunakan prinsip ‘first in first out’, yaitu makanan yang lebih dulu dibekukan harus lebih dulu dikonsumsi.
Demikian tips dari saya. Semoga tips tersebut bisa bermanfaat juga bagi rekan-rekan dan ibu-ibu lainnya.
Penulis adalah Nuraini, (*reni jujun*).Seorang ibu dari satu anak dengan hobi memasak.Telah berdomisili di Jerman sejak tahun 2007.[ dapurjujun.blogspot.com ]