Helicopter Parenting, apa itu?
Orang tua, dengan segala kasih sayangnya selalu menginginkan semua yang terbaik bagi buah hatinya. Tidak jarang niat baik orang tua memberikan perhatian kepada anaknya menjadi berlebihan. Ibarat helikopter, orang tua akan terus ‘terbang’ mengelilingi anaknya dan memantau setiap apa yang dilakukan anaknya.
Itulah yang disebut dengan istilah helicopter parenting, Helicopter Parenting adalah gaya mengasuh anak dengan orang tua yang terlalu fokus terhadap anaknya. Mereka terlalu mengatur atau ikut campur terhadap apa yang dialami anaknya, terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan kesuksesan dan kegagalan anak. (Carolyn Daitch, Ph.D., Direktu The Center for the Treatment of Anxiety Disorders)
Meski pola asuh yang seperti ini merupakan salah satu bentuk perhatian dan rasa sayang orang tua, namun helicopter parenting memiliki dampak yang kurang baik bagi perkembangan psikologis anak. Seperti yang disebut Dr. Ann Dunnewold, MA, Ph.D., seorang psikolog, bahwa helicopter parenting merupakan overparenting yang artinya orang tua terlalu terlibat dalam kehidupan anak sehingga terlalu mengendalikan dan terlalu sempurna dengan cara yang lebih dari pengasuhan yang bertanggung jawab.
Ciri-ciri helicopter parenting :
1. Pada tahap balita, helicopter parents akan terus membayangi anak dengan menjaga ketat anaknya saat bermain, tidak membiarkan anak bermain sesuatu yang batu, terlalu mengarahkan perilaku anak dan tidak membiarkan anak mempunyai waktu sendirian.
2. Pada tahap usia sekola hingga kuliah, helicopter parent biasanya berinisiatif membuat setiap keputusan bagi hidup anak tanpa mempertimbangkan pendapat anak, mengatur anak berteman dengan siapa anak boleh berteman atau memberikan bantuan yang tidak proporsional untuk pekerjaan rumah/proyek sekolah.
3. Helicopter parent menaruh perhatian berlebih kepada bidang akademik anak, misal anak harus memiliki prestasi akademik dengan juara satu di kelasnya atau orang tua akan protes kepada guru jika anaknya mendapat nilai yang kurang memuaskan orang tua.
Dengan melakukan helicopter parenting, orang tua jadi kurang memahami kebutuhan sebenarnya yang dibutuhkan oleh sang anak. Hal itu akan membuat anak menjadi kesulitan berpikir dan membuat anak sulit membuat keputusan tanpa kehadiran orang tuanya akrena adanya penurunan kepercayaan diri dan harga diri sang anak. Kemampuan anak dalam menghadapi masalah juga tidak berkembang karena terbiasa bergantung kepada orang tua dan selalu berpikir bahawa orang tua yang akan selalu menyelesaikannya dan selalu memastikan semuanya baik-baik saja untuknya. Selain segi psikologis, helicopter parenting juga berdampak kurang baik bagi kemampuan anak dalam melakukakn hal-hal dasar sehari-hari.
Menurut Dr. Deborah R Gilboa, MD., Parenting any Youth Development Expert, ada 3 cara untuk menghentikan pola asuh helicpoter parenting, yaitu :
1. Membiasakan anak dari kecil untuk dapat menghadapi tantangan dan kegagalan sendiri agar kekuatan mentalnya terbangun. Karena kegagalan dan tantangan adalah hal yang penting bagi anak untuk bisa berkembang dan memperlajari kemampuan baru.
2. Membiarkan anak berusaha sendiri terlebih dahulu dan bantu dan temani mereka menghadapinya tanpa membuat keputusan besar.
3. Ajarkan anak melakukan perkerjaan yang bisa ia lakukan agak terbiasa mandiri. Dengan partisipasi orang tua yang tepat dalam mendidik anak maka akan terbentuk anak yang kepribadian yang percaya diri dan dapat diandalkan.
Menurut penelitian Dr. Mai Stafford dari University College London dalam The Journal of Positive Psychology, orang tua yang mengedepankan kehangatan dan responsif memiliki anak yang lebih bahagia, lebih sehat secara mental dan lebih siap menjalani hidup ketika dewasa. Karena orang tua berperan penting dalam pembentukan kesejahteraan mental generasi mendatang.
sumber : Parenting Indonesia