Mengenali Pola Asuh yang Tepat : Adakah yang Salah dengan Pola Asuh Kita?

Narasumber seminar kali ini adalah Bapak Munif Chatib, seorang Konsultan Pendidikan, penulis buku “Sekolahnya Manusia”, “Gurunya Manusia”, “Orangtua Manusia” dan “Sekolah Anak Juara”. Seminar diikuti oleh 226 akun facebook yang berasal dari beberapa negara; Korea, Jerman, Austria, Swiss, Norwegia, Indonesia dan Inggris. Berikut resume jawaban dari Bapak Munif Chatib, atas pertanyaan-pertanyaan peserta Seminar Grup.
PERTANYAAN 1: AST – Trondheim – Bagaimanakah cara yang paling jitu dalam mengenali bakat anak. Bagaimana bentuk pengawasan yang efektif terhadap anak dalam kaitannya dengan kemudahan mereka mengakses berbagai media.
Jawaban: Bakat anak dapat kita kenali melalui apa yang ia sukai, walaupun sebenarnya tidak semua kesukaan anak adalah bakat. Berawal dari kesukaan dapat dilahirkan sebuah bakat, jika kesukaan tersebut terasah dan muncul dari keinginan anak sendiri tanpa mengikuti temannya. Bagaimana kita mengenali bahwa sebuah kesukaan anak adalah bakat? Ada 2 kriteria yang dapat dijadikan acuan.
- Make product, maksudnya anak dapat menghasilkan sesuatu hal dari hal yang ia sukai tersebut. Contohnya, ketika anak diberikan piano kecil dan ia sangat senang memainkannya kapan saja dimana saja. Bisa dikatakan ia memiliki bakat musik ketika misalnya anak dapat menciptakan dan memainkan komposisi sederhana dengan piano tersebut.
- Fast Learner, maksudnya anak menjadi pembelajar cepat dalam bidang yang ia sukai. Contoh dari anak yang senang bermain piano di atas, ia kursus musik dan mulai belajar not balok. Anak tersebut dikatakan berbakat musik ketika ia menikmati belajar not balok dan mudah menyerap pelajaran yang ia terima.
Kemudian, dalam hal pengawasan yang efektif pada anak untuk mengakses media; Langkah pertama yang perlu dilakukan oleh orang tua adalah orang mempelajari bagaimana dan apa media itu. Mengerti cara kerjanya dan hal apa saja yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan media tersebut. Langkah kedua, pendidikan agama pada anak-anak. Memberikan imun pengawasan pada anak adalah hal yang terpenting, agar anak bisa memilah media mana yang baik dan tidak baik. Langkah ke tiga, orang tua sebaiknya terlibat ketika anak-anaknya sudah mulai berinteraksi dengan media.
PERTANYAAN 2: FZH – Yogyakarta – Bagaimana pendapat Bapak Munif Chatib tentang isu Gender Harmony yang mulai memasuki ranah parenting di Indonesia dan bagaimana sikap terbaik orang tua muslim (terutama ibu yang berperan sbg guru/sekolah awal bagi anak) dalam menanggapinya? Di beberapa majalah wanita Indonesia saya menemukan beberapa artikel yang mengkampanyekan gerakan ini, misalnya anak laki-laki memakai baju pink, bermain boneka barbie, dan (yg menurut saya paling parah) mengenakan rok pun tidak perlu dipermasalahkan. Sebaliknya anak perempuan bermain mobil-mobilan, dan lain sebagaimnya. Padahal dalam Islam sendiri kita dilarang untuk menyerupai lawan jenis.
Jawaban: Masalah ini dapat dilihat dari dua sisi. Yang pertama sisi psikologis. Dalam rentang usia (0-7 thn/ golden age ) gender harmony masih masuk dalam fase toleransi, tidak begitu masalah, jika misalkan anak laki-laki menyukai boneka, atau anak perempuan senang main mobil-mobilan. Namun ketika memasuki tujuh tahun kedua, orang tua sebaiknya sudah mulai membimbing dan disiplin kepada anak-anak, mengingat telah terjadi perkembangan fisik yang mulai membedakan anak laki-laki dan perempuan. Jika di tujuh tahun kedua ini tidak dilakukan kedisiplinan, maka kebiasaan-kebiasaan yang tampak pada anak laki-laki yang senang dengan hal-hal kebanyakan anak perempuan, atau sebaliknya, akan terus berlanjut.
Sisi lain, di lihat dari sisi agama. Memasuki tujuh tahun ke dua, ada norma-norma syar’i yang wajib diperhatikan, misalkan pada pemisahan kamar anak laki-laki dan perempuan, mengingat perkembangan fisik yang mulai muncul secara jelas.
PERTANYAAN 3: RTA – Norway – Saya dan suami berbeda latar belakang negara, budaya dan bahasa. Saat ini kami tinggal di negara yg berbeda budaya dan bahasa pula. Latar belakang suami, asli orang arab, sudah terbiasa dengan didikan keras dari orang tuanya. Banyak orang arab yang mendidik anak-anaknya dengan tindakan kekerasan, sampai2 kasus kami melibatkan instansi2 terkait pemerintahan di sini. Bagaimana pendidikan yang efektif dan efisien sesuai syariah bagi anak2 kami (yang saat ini masih balita) agar tidak mengalami kebingungan dari perbedaan cara mendidik orang tuanya serta sesuai dengan lingkungan di sini?
Jawaban: Rasulullah adalah seorang yang sangat menyayangi anak-anak. Oleh karena itu telah jelas sekali bahwa pola asuh terhadap anak-anak menurut syariah Islam adalah jauh dari kekerasan, sebaliknya penuh lemah lembut dan kasih sayang.
Untuk mendapatkan kedisiplinan pada anak, orang tua sendiri perlu memahami, bahwa kedisiplinan adalah suatu hasil dari proses sebuah peraturan. Cara memberikan peraturan pada anak usia golden age harus jauh dari kekerasan dengan melalui dua cara ;
- Learning by doing
- Learning by example
Jika orang tua mengharapkan seorang anak untuk rajin melaksanakan sholat subuh, maka dengan kontinyu si anak diajak untuk sholat subuh bersama, membangunkannya dengan baik dan perlahan, mengajaknya wudhu, dan kemudian sholat bersama, tidak menyuruhnya dengan membentak apalagi dengan kekerasan fisik; mencubit atau memukul. Dari tauladan sikap Rasulullah terhadap anak-anak, sangat jelas kekerasan terhadap anak sangat dilarang, karena dengan kekerasan, maka akan membentuk pribadi yang negatif.
PERTANYAAN 4: JHN – Jogya – Kami punya siswa SD yg sedang memiliki perilaku belum positif, dan perilakunya ini merupakan pengaruh dari lingkungan keluarganya sendiri. Kami khawatir perilakunya ini dapat “menular” ke teman2nya yang lain, karena pada beberapa kasus memang telah mempengaruhi anak-anak yang lain. Sekolah memiliki misi character building, dan tugas ini perlu melibatkan keluarga siswa. bagaimana sebaiknya sekolah mensikapi hal ini? mohon masukannya.
Jawaban: Mengatasi perilaku negatif yang muncul pada seorang anak di sekolah atau di rumah, pada tahap awal adalah mencari tahu apa penyebab seorang anak tersebut .melakukan hal-hal negatif tadi. Fenomena yang ada di lapangan, para pendidik dan orang tua seringkali langsung memberikan sebuah solusi, tanpa mencari dan mempelajari penyebab yang menimbulkan hal tersebut. Orang tua atau para pendidik seringkali menyimpulkan informasi yang diterimanya tanpa mempelajari penyebabnya. Contohnya jika seorang anak melakukan kesalahan dalam mengerjakan PR, orang tua kebanyakan akan mengeluarkan pernyataan yang menjatuhkan mental anak secara langsung dan spontan, “dasar bodoh”.
Jika pernyataan-penyataan negatif ini sering muncul terhadap seroang anak, maka hal ini akan membentuk ‚self image negatif’ pada diri anak tersebut. Jika hal ini terus menerus sering terjadi, maka dengan otomatis akan membentuk kepribadian negatif pada diri anak tersebut. Kemudian jika kepribadian negatif ini terus terbentuk tanpa ada solusinya, maka akan membentuk karakter, yang cenderung akan permanen, dan sulit untuk dirubah. Oleh karena itu, banyak materi character building yang menyarankan para orang tua dan pendidik senantiasa selalu memberikan pernyataan-pernyataan positif pada anak-anak. Sehingga anak akan memiliki self image yang selalu positif, otomatis membentuk kepribadian positif dan membentuk anak menjadi pribadi yang berkarakter positif.
PERTANYAAN 5: ZHR – Jakarta – Bagaimana pola asuh terbaik sebagai orang tua untuk menyikapi anak balita yang kritis sekaligus perasa (mudah tersentuh), dengan tetap mengutamakan sisi-sisi dunia anaknya? dan bagaimana pola asuh yang tepat untuk anak yang perasa (mudah tersentuh) agar dia memiliki kecerdasan emosional? terima kasih
Jawaban: Pada saat anak berusia golden age, maka terjadi perkembangan yang terpenting dan luar biasa pada segi fisik dan psikis. Anak di usia ini cenderung memiliki sifat egosentris, ingin selalu diperhatikan. Mengatasi anak yang mudah tersentuh/perasa adalah dengan memberi perhatian lebih banyak. Seperti di saat anak/bayi menangis, sebenarnya tangisan anak/bayi tersebut adalah bentuk komunikasi anak yang sedang menyatakan apresiasinya. Bisa jadi kebutuhannya belum terpenuhi, misalnya mereka butuh perhatian atau pelukan dari orang tuanya. Orang tua hendaknya lebih mengevaluasi dirinya, apakah perhatiannya sudah mencukupi kebutuhan anak-anak, sehingga kebutuhan emosional anak akan terpenuhi.
PERTANYAAN 6: RNI – Swiss – Adakalanya orang tua memberlakukan disiplin atau pendekatan yang kurang tepat kepada anak. Akibatnya anak seperti menjadi takut-takut melakukan sesuatu, kurang percaya diri dan sebagainya. Apa yang bisa dilakukan orang tua, selain mengubah pendekatannya ke anak, untuk ‘mengobati’ trauma yang dirasakan anak, membuatnya lebih nyaman dan tumbuh kepercayaan dirinya?
Jawaban: Kedisiplinan adalah kelanggengan anak mentaati peraturan. Pada anak golden age cara memberikan aturan adalah dengan learning by doing. Akan tetapi, kebanyakan orang tua salah dalam menerapkan disiplin, misalnya disertai kekerasan dan ancaman. Akibatnya kedisiplinan yang mucul pada anak hanya kedisiplinan internal, artinya ketika tidak ada orang tua anak pun menjadi tidak disiplin dan tidak bisa mewarnai lingkungannya. Berbeda dengan anak2 yang dalam penerapan peraturan disertai penjelasan-penjelasan secara baik. kemudian disampaikan dengan penuh kasih sayang. Kedisiplinan yang timbul pada anak-anak ini tidak hanya kedisiplinan internal tapi juga kedisplinan eksternal. Sehingga dimanapun dia berada dia tetap tetap bisa menerapkan peraturan tersebut, bahkan dia dapat mewarnai lingkungannya.
PERTANYAAN 7: ADA – Korea – Adakah pola asuh yang berbeda untuk anak laki-laki terutama di usia2 kritis 2-5 tahun dalam mengatasi tantrum yg agak berlebihan, emosi yg sering tidak stabil, dan kontak fisik yg kerap ia lakukan seperti memukul, menendang, menggigit. Padahal ia tidak pernah diberi tontonan yang mengandung kekerasan. Juga kecenderungan keterlambatan berbicara yang membuat emosinya sedikit memuncak karena tidak bisa mengemukakan hal2 yg ia inginkan?
Jawaban: Perkembangan anak pada usia sampai usia sampai 7-8 tahun (golden age), merupakan masa pembentukan pondasi perkembangan otak. Menurut penelitian pada rentang usia ini terjadi perkembangan sel otak sebesar 80 persen, yang selebihnya akan terjadi pada sisa kehidupan. Aktivitas pergerakan dan rasa keingintahuan anak pada usia 2-5 tahun menyebabkan perkembangan sel otak. Namun kebanyakan orang tua melihat ini adalah sebagai suatu permasalahan (nakal), padahal sebaliknya, hal ini adalah kebutuhan anak terhadap perkembangan otaknya, perintah dari otaknya untuk sering bertanya akibat keingintahuan anak tersebut. Fenomena yang ada, orang tua tidak melayani pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari anak-anak. Padahal untuk mereduksi keaktifan atau ‚kenakalan’ pada anak, orang tua seharusnya ‚melayani’ atau merespon apa yang mereka butuhkan. Seperti misalnya saat seorang anak melihat ada tangga di rumahnya, si anak akan terus mencoba naik. Orang tua kebanyakan akan spontan berkata atau bahkan berteriak „tidak, jangan naik!“. Yang seharusnya orang tua lakukan adalah memberikan rasa nyaman, dengan mengawasi anak yang senang menaiki tangga tadi. Tangga adalah sebuah masalah untuk si anak, orang tua memberikan solusi untuknya. Maka jika anak masuk pada rasa nyaman atas rasa keingintahuannya maka sikap negatif memukul, menggigit, dan emosi tidak stabil, lama-lama akan tereduksi.
PERTANYAAN 8: MRT – Indonesia dan WDY-Jerman – Adakah cara yang bijak dan effektif agar anak PATUH kepada orang tua tanpa harus ada unsur kekerasan atau melibatkan emosi orang tua sehingga membuat anak merasa takut. Misalkan menyuruh makan atau mandi. Saat ini yang dilakukan saat kesabaran mulai menipis adalah saya mencoba memisahkan diri (pergi keruangan lain atau mengunci diri beberapa menit di kamar untuk menenangkan diri). Bila waktunya sudah tepat baru saya beri dia pengertian. Namun methode ini tidak selalu berjalan mulus.
Jawaban: Kebanyakan orang tua di rumah lebih sering memberikan sejumlah perintah kepada anak. Perintah dalam hal ini instruksi. Harapan orang tua, anak-anak patuh terhadap instruksi tsb. Namun, tidak jarang terjadi ‚pembangkangan’ terhadap instruksi , yang menyebabkan timbulnya emosi orang tua, dan seringkali pula terjadi kekerasan fisik, seperti memukul. Hal yang perlu diperhatikan pada saat anak melakukan pembangkangan, orangtua sebaiknya tidak emosi, karena pasti ada penyebab mengapa anak tsb melakukan pembangkangan. Anak yang membangkang atau tidak patuh pada instruksi orang tua, biasanya tidak fokus terhadap instruksi orang tua dan tengah fokus terhadap hal lain. Solusinya, orang tua lebih baik masuk dalam dunia anak. Misalkan pada contoh anak yang susah disuruh mandi saat nonton tivi, terjadi penolakan saat disuruh mandi, sebaiknya orang tua tidak langsung menampakkan amarahnya, sebaliknya, orang tua mencoba memasuki dunia anak tersebut yang sedang asyik menonton TV, ikut bersama si anak menonton, mencoba ikut dalam kesibukan yang sedang dilakukannya, dalam waktu sekitar 2-3 menit. Setelah itu orang tua dapat mencoba mengulang kembali instruksinya dengan baik. Biasanya akan timbul kepatuhan si anak terhadap instruksi, anak mulai fokus terhadap instruksi orang tua. Paling mungkin masih ada tawar menawar dari anak, yang tengah asyik nonton film tadi, namun, instruksi dari orang tua sudah mulai diterimanya dengan baik, kemudian hasilnya, si anak akan mau diajak mandi, Namun, yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah tidak mengulang fenomena pembangkangan yang dilakukan anak. Misalnya saat anak sudah bersedia diajak mandi, orang tua jangan mengatakan,„ lain kali jika disuruh mandi harus langsung mandi, „“ karena ditakutkan akan terjadi pembangkangan ulang di lain waktu.
Kesimpulannya, jika instruksi diharapkan dipatuhi oleh anak, buat anak untuk fokus pada instruksi, dan masuki dunia anak, agar anak berada pada zona aman, dan fokus terhadap instruksi orang tua.
PERTANYAAN 9: ADR – UK – Dua anak perempuan saya mulai beranjak remaja (10 dan 13 th). Saya ingin sekali kalau mereka bisa segera shalat tanpa harus disuruh dulu. Karena tinggal di Inggris, shalat memang butuh perjuangan terutama buat mereka. Lingkungan tdk mendukung shalat dan jadwal shalat sangat bervariasi setiap hari. Mohon sarannya. Terima kasih
Jawaban: Langkah pertama adalah membiasakan diri. Membiasakan diri anak-anak untuk sholat. Setelah itu, memasuki langkah ke dua, orang tua memberikan pemahaman, menjelaskan kepada anak bahwa sebagai seorang muslim memiliki kewajiban sholat, menjelaskan, sholat adalah pondasi utama, ibadah terpenting yang mempengaruhi kehidupannya.
PERTANYAAN 10: NNA – Austria – Saya sekarang berada dalam dilema dua teori, ada yang bilang bahwa bila bayi menangis (bayi saya 6 bulan), jangan langsung ditenangkan, biarkan dia menenangkan dirinya sendiri. Akan tetapi di sisi lain ada juga yang bilang, jika diperlakukan seperti itu, maka bayi merasa diabaikan. Bagaimana saya sebaiknya bertindak? Akankah hal ini mempengaruhi emosinya kelak?
Jawaban: Aktivitas utama seorang bayi adalah salah satunya menangis, cara bagaimana ia mengapresiasikan kebutuhannya. Ketika bayi menangis, neuron (sel-sel otak)nya akan meningkat. Orang tua harus bisa mengenali mengapa penyebab bayi menangis. Ketika sang bayi menangis karena faktor kesakitan, misalkan jatuh, atau terjepit, orang tua sebaiknya segera mengatasinya.
Sebagai penutup, Bapak Munif Chatib Berpesan kepada semua Orang tua dimanapun berada, ”Hal terpenting yang perlu diperhatikan orang tua dalam pola asuh adalah orang tua harus mengetahui, siapa dan bagaimana sebenarnya anak-anak. Orang tua sebaiknya tidak memaksakan kehendaknya, tidak memaksakan anak-anak harus seperti orang tuanya. Dalam pendekatan pada anak sebaiknya harus tepat, dan memperhatikan bagaimana tekniknya. Orang tua harus terus menerus belajar, agar berhasil membentuk anak-anak yang sukses dunia dan akhirat”.
Dituliskan kembali oleh: Rina Tiara Bahroen