Anak dengan Latar Belakang Broken Home
Pertanyaan :
Nama saya Rth saya tinggal di bandung, pekerjaan saya wirausaha. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas layanan konsultasi online ini. Semoga ini menjadi jalan yang baik dan lebih mudah dalam mencari solusi dalam membimbing anak. Saya punya rekan, beliau sudah bercerai dengan istrinya dan dikaruniai 1 anak laki-laki usia kelss 7/SMP. Dia selalu bilang kalau ngobrol dengan anaknya tolong jangan ungkit mamahnya, karena ia selalu sedih bahkan bisa sampai sakit. Tapi saya pikir kalau dididik seperti itu, berharap lingkungan yg memahami, mental anak malah akan menjadi lemah. Padahal dalam kehidupan individu harus menjadi sosok yang kuat, bukan lingkungan yang memahami individu tapi individu yang memahami lingkungan. Kalau saya bilang seperti itu rekan saya selalu menjawab anaknya masih kecil dan belum paham. Malah kalau kata saya ya harus dididik sejak kecil. Yang mau saya tanyakan,
1) Apakah didikan rekan saya itu baik untuk perkembangan psikologis anaknya?
2) Langkah seperti apa yang harus dilakukan ortu dalam mendidik anak dengan latar belakang brokenhome supaya anak menjadi individu yang kuat?
3) Berapa umur yang tepat agar anak bisa diajak berkomunikasi untuk masalah seperti yang saya tulis diatas? Terima kasih atas kesediaannya menjawab saya. (RTH – Bandung)
Jawaban :
Terimakasih atas kepercayaan dan kesediaan Ibu berbagi cerita dengan kami. Kami ikut prihatin dengan keadaan teman Ibu yang telah bercerai dengan istrinya. Perceraian adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan dalam keluarga. Perlu proses penyesuaian lagi dengan semua keadaan tersebut.
Mengkomunikasikan perceraian kepada anak memang bukan perkara mudah. Selain itu hal ini perlu pertimbangan dari banyak sisi, antara lain pertimbangan kepribadian anak, lingkungan sosial serta kesiapan orang tua sendiri. Karena itu sebenarnya tidak ada usia mutlak yang bisa digeneralisir untuk semua anak, kapan hal-hal sensitif seperti halnya perceraian ini bisa dibicarakan. Akan tetapi tentu saja ada batasan waktu kira-kira kapan sang anak `harus` belajar memahami kondisi keluarganya. Jika kami melihat usia anak yang Ibu Rth maksudkan (sekitar 12-13 tahun) sebenarnya sudah terbilang mampu memahami dan beradaptasi dengan kondisi keluarga. Cobalah secara perlahan dan dengan bahasa yang mudah untuk mengkomunikasikan keadaan yang ada kepada anak. Hal paling penting untuk dikomunikasikan pada anak adalah bahwa apa pun yang terjadi, mereka tetap memiliki dua orang tua yang selalu sayang padanya, bahwa mereka juga memiliki tempat mengadu atau bermanja seperti teman-temannya yang lain. Kenyataan bahwa mama dan papa tidak tinggal dalam satu rumah tidak akan mengurangi jumlah kasih dan cinta mereka pada sang anak.
Penting juga untuk memberikan pengertian mengapa mama tidak tinggal di rumah lagi atau kapan ia bisa bertemu dengan beliau. Adalah penting bagi anak untuk mengetahui bahwa ia dapat menghubungi mamanya kapan pun ia membutuhkan. Kapan hal ini harus dilakukan, tentunya jika sang anak menanyakannya. Dalam kasus Ibu, jika sang anak tidak bertanya mungkin memang tidak perlu mengungkit-ungkit soal sang mama. Namun jika sang anak bertanya maka sang anak berhak mendapatkan jawaban jujur, terutama dari sang papa. Jika mendapatkan jawaban jujur dan masuk akal, sang anak akan mencoba untuk mengerti tentang kondisi yang ada dan dari pengertian inilah muncul penerimaan terhadap hal yang terjadi.
Selain itu dukungan penuh dari anggota keluarga dan lingkungan sekitarnya akan membantu menguatkan mental anak. Komunikasi menjadi hal yang sangat penting artinya. Ajak anak untuk saling cerita dan berbagi perasaannya. Komunikasi dialogis ini akan membantu anak dengan latar belakang broken home dapat berkembang secara optimal seperti anak-anak lainnya. Ada istilah mantan suami atau mantan istri. Dan tidak pernah ada istilah mantan bapak atau mantan ibu. Bagi anak kehadiran orangtua menjadi sangat penting artinya, sekalipun orang tuanya sudah bercerai dan tidak lagi tinggal bersama. Yakin selalu akan mendapatkan jalan keluar yang terbaik dari semua ini. Dan semoga sang anak mampu menerima kondisinya dan menjadi anak yang kuat.
Salam hangat,
Konsultan Psikologi Kharisma,
Shally Novita dan Zarina Akbar